Seorang bapak berkata pada anaknya “ kalau rapot kamu di semester ganjil ini bagus, maka kita akan berencana pergi ke Prigen pada saat libur semester tahun ini “. Maka si anak mulai tekun belajar berbeda dari sebelumnya. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa si ayah akan memberi hadiah jika rapotnya bagus, titik berat di sini adalah hasil dari suatu pekerjaan, dari hasil yang dicapai itulah selanjutnaya diberi ganjaran / hadiah. Hal ini berlaku dibanyak tempat, bisa di rumah tangga, di sekolah, tempat kerja dsb.
Pendek kata di mana pun bahwa hasil usaha menjadi prasyarat untuk mendapatkan hadiah atau ganjaran. Ketika di rumah, orang tua pada umumnya akan merasa senang dan sayang mana kala anak – anaknya telah melakukan tugasnya dengan baik, Di sekolah para pengajar / pendidik akan merasa senang dan menyayangi pada anak – anak yang rajin belajar, pandai, patuh, sopan, tertip, bersih dan sebagainya.
Maka sudah sejak awal dalam hidupnya anak mengalami, bahwa ia harus berbuat sesuatu supaya dapat diterima dan diakui, kalau tidak berbuat apa – apa maka sulit baginya untuk dapat diterima dan diakui baik oleh orang tua, pengajar / pendidik, majikan dan sebagainya. Mana kala protes muncul dari anak atas cara seperti itu, maka sebenarnya di balik protes itu terkandung suatu keinginan dasar setiap manusia, yaitu harapan untuk diterima dan diakui, terlepas dari apakah telah berhasil atau gagal.
Manusia baru dapat merasa hidup sebagai manusia dalam pengertian sebenaranya, kalau tidak dinilai semata – mata menurut prestasi, melainkan tetap diakui sebagai manusia walaupun pernah gagal. berbuat salah. kita merasa lega, kalau kita diterima tanpa syarat apaun. Keininginan dasar manusia adalah ingin dicintai, diterima, diakui tanpa syarat, tanpa “ kalau “ dan tanpa “ asal “. Lalu bagaimanakah dengan kita sebagai seorang pendidik?
Tentunya kita dengan tulus hati menerima, mengakui, memperlakukan yang sama semua murid yang bersal dari berbagai latar belakang budaya, ekonomi, status social, pendidkan dan sebaginya secara berbeda. Ada yang cara berpikrinya cepat, lambat, ada yang pandai, tentu ada yang kurang , serta karakter yang berbeda, Kita berusaha menerima mereka tanpa terlebih dahulu dengan suatu bukjti atau tanda yang meyakinkan bahwa mereka itu baik dan berhasil. Kita belajar dari Yesus sendiri yang dengan tengan terbuka mau menerima semua orang tanpa melihat apakah orang itu berdosa atau tidak, kaya atau miskin, pintar atau kurang.
Mereka datang karena mereka memandang kita sebagai pendidik yang dapat dipercaya untuk mampu membantu mendewasakan hidupnya. Lalu apakah hasil mereka tidak punya aarati apa – apa? Bukan begitu. Kita tentu merasa gembira mana kala mereka sedikit berhasil atau bahkan berhasil, dan kita juga patut berbahagia atas usaha kita yang telah kita capai.
Kita ini tidak hidup dari dan demi keberhasilan usaha kita. Kita hidup karena Tuhan mengijinkannya. Tuhan mencintai kita, sehingga kita hidup. Suatu kenyataan bahwa yang tidak dapat dihancurkan adalah “ Cinta illahi “.Bahwa cinta itu selalu menerima kita apa adanya. Tidak perlu kita bersandar pada sanjungan / pujian orang lain, sandarkanlah pada Tuhan apa yang kita lakukan secara terus menerus biar tercipta suatu suasana kebebsan, di dalam suasana itu kita akan bernafas lega, meskipun bagitu banyak urusan dan keadaan yang membuat kita pontang – panting dalam menjalani hidup ini.
0 comments:
Post a Comment
semoga ia memberi ilmu buat anda semua